Sains & Teknologi
Bagaimana Visualisasi Tuhan di Otak Anda?
Berikut temuan Newberg tentang hubungan antara otak dan konsep Ketuhanan.
SENIN, 20 DESEMBER 2010, 11:44 WIB Muhammad Chandrataruna
Perbandingan hasil scan otak orang yang bermeditasi (kanan) dan tidak (kiri) (dailymail.co.uk)
VIVAnews - Hubungan antara ilmu sains dan agama selalu menjadi topik yang kontroversial di mana-mana. Sampai hari ini, kedua elemen tersebut sulit untuk dicampuradukkan.
Namun, gambar di bawah ini menunjukkan apa yang terjadi pada otak seorang beragama ketika berpikir tentang Tuhan. Seorang ilmuwan bernama Dr Andrew Newberg melakukan scan pada otak orang yang sedang melakukan doa, meditasi, dan berbagai ritual agama lainnya.
Newberg adalah penganut kuat salah satu ilmu sains yang kontroversial, yang dikenal dengan neurotheology. Ilmu sains ini coba mempelajari hubungan antara otak dan agama atau konsep Ketuhanan.
Sebagai bagian dari penelitiannya, Newberg mempelajari aktivitas otak umat Buddha Tibet sebelum dan selama meditasi. Saat meditasi, cuping otak bagian depan menunjukkan aktivitas yang lebih banyak ketimbang keadaan otak diam. Dia mengidentifikasi efek ini sebagai pengalaman agama seseorang yang melakukan meditasi.
Namun, bagaimanapun hasil scan ini bisa jadi hanya gambar yang berbeda dari apa yang terjadi pada otak saat orang bermeditasi ketimbang menghubungkannya dengan agama.
Tak heran. Sejak awal kemunculannya, neurotheology terus menuai kritik pedas dan diserang sengit oleh akademisi-akademisi lain yang mengatakan ilmu itu tidak cukup disiplin dan kuat untuk dijadikan dasar. Lagipula, konsep ketuhanan dan sains tak bisa dihubungkan dengan cara ini. Meski ini bukan kali pertama aktivitas otak dan meditasi dipelajari.
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, sebuah studi yang yang dilakukan University of Oregon menemukan bahwa orang yang bermeditasi dapat memperkuat otak mereka. Hal ini dibuktikan dengan sesi pelatihan meditasi selama setengah jam pada hari kerja selama satu bulan penuh pada sejumlah orang di satu kelompok.
Sementara kelompok lainnya juga menerima jumlah bimbingan yang sama, yakni 11 jam, dengan teknik relaksasi dasar. Hasilnya: koneksi otak orang-orang di dalam kelompok meditasi mulai terlihat kuat setelah latihan enam jam. Perbedaan semakin jelas ketika menginjak 11 jam. Perubahan struktural ini merupakan serat hubungan terbesar pada anterior cingulate, bagian dari otak yang mengatur emosi dan perilaku.
"Kami mengevaluasi apa yang terjadi pada otak manusia saat mereka melakukan praktik spiritual seperti meditasi dan doa," kata Newberg, dikutip VIVAnews dari Daily Mail, Senin 21 Desember 2010.
"Ini benar-benar membuka mata kita untuk mengetahui apa yang terjadi ketika mereka orang-orang religius melakukan doa, meditasi, atau praktik-praktik keagamaan dan spiritiual. Dan, terlihat jelas perbedaannya antara otak yang melakukan meditasi dan tidak," tandasnya.
"Bagi orang-orang yang ingin berargumentasi, menentang, menolak atau mengkritik hasil temuan kami, dan menganggap temuan ini tidak lebih dari fenomena biologis, kami menerima simpulan itu. Tetapi, data di atas juga tidak secara spesifik menghilangkan gagasan bahwa ada kehadiran agama, rohani, dan Tuhan, di dunia," pungkas Newberg. (hs)
Kamis, 30 Desember 2010
Sains & Teknologi
Bagaimana Visualisasi Tuhan di Otak Anda?
Berikut temuan Newberg tentang hubungan antara otak dan konsep Ketuhanan.
SENIN, 20 DESEMBER 2010, 11:44 WIB Muhammad Chandrataruna
Perbandingan hasil scan otak orang yang bermeditasi (kanan) dan tidak (kiri) (dailymail.co.uk)
VIVAnews - Hubungan antara ilmu sains dan agama selalu menjadi topik yang kontroversial di mana-mana. Sampai hari ini, kedua elemen tersebut sulit untuk dicampuradukkan.
Namun, gambar di bawah ini menunjukkan apa yang terjadi pada otak seorang beragama ketika berpikir tentang Tuhan. Seorang ilmuwan bernama Dr Andrew Newberg melakukan scan pada otak orang yang sedang melakukan doa, meditasi, dan berbagai ritual agama lainnya.
Newberg adalah penganut kuat salah satu ilmu sains yang kontroversial, yang dikenal dengan neurotheology. Ilmu sains ini coba mempelajari hubungan antara otak dan agama atau konsep Ketuhanan.
Sebagai bagian dari penelitiannya, Newberg mempelajari aktivitas otak umat Buddha Tibet sebelum dan selama meditasi. Saat meditasi, cuping otak bagian depan menunjukkan aktivitas yang lebih banyak ketimbang keadaan otak diam. Dia mengidentifikasi efek ini sebagai pengalaman agama seseorang yang melakukan meditasi.
Namun, bagaimanapun hasil scan ini bisa jadi hanya gambar yang berbeda dari apa yang terjadi pada otak saat orang bermeditasi ketimbang menghubungkannya dengan agama.
Tak heran. Sejak awal kemunculannya, neurotheology terus menuai kritik pedas dan diserang sengit oleh akademisi-akademisi lain yang mengatakan ilmu itu tidak cukup disiplin dan kuat untuk dijadikan dasar. Lagipula, konsep ketuhanan dan sains tak bisa dihubungkan dengan cara ini. Meski ini bukan kali pertama aktivitas otak dan meditasi dipelajari.
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, sebuah studi yang yang dilakukan University of Oregon menemukan bahwa orang yang bermeditasi dapat memperkuat otak mereka. Hal ini dibuktikan dengan sesi pelatihan meditasi selama setengah jam pada hari kerja selama satu bulan penuh pada sejumlah orang di satu kelompok.
Sementara kelompok lainnya juga menerima jumlah bimbingan yang sama, yakni 11 jam, dengan teknik relaksasi dasar. Hasilnya: koneksi otak orang-orang di dalam kelompok meditasi mulai terlihat kuat setelah latihan enam jam. Perbedaan semakin jelas ketika menginjak 11 jam. Perubahan struktural ini merupakan serat hubungan terbesar pada anterior cingulate, bagian dari otak yang mengatur emosi dan perilaku.
"Kami mengevaluasi apa yang terjadi pada otak manusia saat mereka melakukan praktik spiritual seperti meditasi dan doa," kata Newberg, dikutip VIVAnews dari Daily Mail, Senin 21 Desember 2010.
"Ini benar-benar membuka mata kita untuk mengetahui apa yang terjadi ketika mereka orang-orang religius melakukan doa, meditasi, atau praktik-praktik keagamaan dan spiritiual. Dan, terlihat jelas perbedaannya antara otak yang melakukan meditasi dan tidak," tandasnya.
"Bagi orang-orang yang ingin berargumentasi, menentang, menolak atau mengkritik hasil temuan kami, dan menganggap temuan ini tidak lebih dari fenomena biologis, kami menerima simpulan itu. Tetapi, data di atas juga tidak secara spesifik menghilangkan gagasan bahwa ada kehadiran agama, rohani, dan Tuhan, di dunia," pungkas Newberg. (hs)
Bagaimana Visualisasi Tuhan di Otak Anda?
Berikut temuan Newberg tentang hubungan antara otak dan konsep Ketuhanan.
SENIN, 20 DESEMBER 2010, 11:44 WIB Muhammad Chandrataruna
Perbandingan hasil scan otak orang yang bermeditasi (kanan) dan tidak (kiri) (dailymail.co.uk)
VIVAnews - Hubungan antara ilmu sains dan agama selalu menjadi topik yang kontroversial di mana-mana. Sampai hari ini, kedua elemen tersebut sulit untuk dicampuradukkan.
Namun, gambar di bawah ini menunjukkan apa yang terjadi pada otak seorang beragama ketika berpikir tentang Tuhan. Seorang ilmuwan bernama Dr Andrew Newberg melakukan scan pada otak orang yang sedang melakukan doa, meditasi, dan berbagai ritual agama lainnya.
Newberg adalah penganut kuat salah satu ilmu sains yang kontroversial, yang dikenal dengan neurotheology. Ilmu sains ini coba mempelajari hubungan antara otak dan agama atau konsep Ketuhanan.
Sebagai bagian dari penelitiannya, Newberg mempelajari aktivitas otak umat Buddha Tibet sebelum dan selama meditasi. Saat meditasi, cuping otak bagian depan menunjukkan aktivitas yang lebih banyak ketimbang keadaan otak diam. Dia mengidentifikasi efek ini sebagai pengalaman agama seseorang yang melakukan meditasi.
Namun, bagaimanapun hasil scan ini bisa jadi hanya gambar yang berbeda dari apa yang terjadi pada otak saat orang bermeditasi ketimbang menghubungkannya dengan agama.
Tak heran. Sejak awal kemunculannya, neurotheology terus menuai kritik pedas dan diserang sengit oleh akademisi-akademisi lain yang mengatakan ilmu itu tidak cukup disiplin dan kuat untuk dijadikan dasar. Lagipula, konsep ketuhanan dan sains tak bisa dihubungkan dengan cara ini. Meski ini bukan kali pertama aktivitas otak dan meditasi dipelajari.
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, sebuah studi yang yang dilakukan University of Oregon menemukan bahwa orang yang bermeditasi dapat memperkuat otak mereka. Hal ini dibuktikan dengan sesi pelatihan meditasi selama setengah jam pada hari kerja selama satu bulan penuh pada sejumlah orang di satu kelompok.
Sementara kelompok lainnya juga menerima jumlah bimbingan yang sama, yakni 11 jam, dengan teknik relaksasi dasar. Hasilnya: koneksi otak orang-orang di dalam kelompok meditasi mulai terlihat kuat setelah latihan enam jam. Perbedaan semakin jelas ketika menginjak 11 jam. Perubahan struktural ini merupakan serat hubungan terbesar pada anterior cingulate, bagian dari otak yang mengatur emosi dan perilaku.
"Kami mengevaluasi apa yang terjadi pada otak manusia saat mereka melakukan praktik spiritual seperti meditasi dan doa," kata Newberg, dikutip VIVAnews dari Daily Mail, Senin 21 Desember 2010.
"Ini benar-benar membuka mata kita untuk mengetahui apa yang terjadi ketika mereka orang-orang religius melakukan doa, meditasi, atau praktik-praktik keagamaan dan spiritiual. Dan, terlihat jelas perbedaannya antara otak yang melakukan meditasi dan tidak," tandasnya.
"Bagi orang-orang yang ingin berargumentasi, menentang, menolak atau mengkritik hasil temuan kami, dan menganggap temuan ini tidak lebih dari fenomena biologis, kami menerima simpulan itu. Tetapi, data di atas juga tidak secara spesifik menghilangkan gagasan bahwa ada kehadiran agama, rohani, dan Tuhan, di dunia," pungkas Newberg. (hs)
Sains & Teknologi
Bagaimana Visualisasi Tuhan di Otak Anda?
Berikut temuan Newberg tentang hubungan antara otak dan konsep Ketuhanan.
SENIN, 20 DESEMBER 2010, 11:44 WIB Muhammad Chandrataruna
Perbandingan hasil scan otak orang yang bermeditasi (kanan) dan tidak (kiri) (dailymail.co.uk)
VIVAnews - Hubungan antara ilmu sains dan agama selalu menjadi topik yang kontroversial di mana-mana. Sampai hari ini, kedua elemen tersebut sulit untuk dicampuradukkan.
Namun, gambar di bawah ini menunjukkan apa yang terjadi pada otak seorang beragama ketika berpikir tentang Tuhan. Seorang ilmuwan bernama Dr Andrew Newberg melakukan scan pada otak orang yang sedang melakukan doa, meditasi, dan berbagai ritual agama lainnya.
Newberg adalah penganut kuat salah satu ilmu sains yang kontroversial, yang dikenal dengan neurotheology. Ilmu sains ini coba mempelajari hubungan antara otak dan agama atau konsep Ketuhanan.
Sebagai bagian dari penelitiannya, Newberg mempelajari aktivitas otak umat Buddha Tibet sebelum dan selama meditasi. Saat meditasi, cuping otak bagian depan menunjukkan aktivitas yang lebih banyak ketimbang keadaan otak diam. Dia mengidentifikasi efek ini sebagai pengalaman agama seseorang yang melakukan meditasi.
Namun, bagaimanapun hasil scan ini bisa jadi hanya gambar yang berbeda dari apa yang terjadi pada otak saat orang bermeditasi ketimbang menghubungkannya dengan agama.
Tak heran. Sejak awal kemunculannya, neurotheology terus menuai kritik pedas dan diserang sengit oleh akademisi-akademisi lain yang mengatakan ilmu itu tidak cukup disiplin dan kuat untuk dijadikan dasar. Lagipula, konsep ketuhanan dan sains tak bisa dihubungkan dengan cara ini. Meski ini bukan kali pertama aktivitas otak dan meditasi dipelajari.
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, sebuah studi yang yang dilakukan University of Oregon menemukan bahwa orang yang bermeditasi dapat memperkuat otak mereka. Hal ini dibuktikan dengan sesi pelatihan meditasi selama setengah jam pada hari kerja selama satu bulan penuh pada sejumlah orang di satu kelompok.
Sementara kelompok lainnya juga menerima jumlah bimbingan yang sama, yakni 11 jam, dengan teknik relaksasi dasar. Hasilnya: koneksi otak orang-orang di dalam kelompok meditasi mulai terlihat kuat setelah latihan enam jam. Perbedaan semakin jelas ketika menginjak 11 jam. Perubahan struktural ini merupakan serat hubungan terbesar pada anterior cingulate, bagian dari otak yang mengatur emosi dan perilaku.
"Kami mengevaluasi apa yang terjadi pada otak manusia saat mereka melakukan praktik spiritual seperti meditasi dan doa," kata Newberg, dikutip VIVAnews dari Daily Mail, Senin 21 Desember 2010.
"Ini benar-benar membuka mata kita untuk mengetahui apa yang terjadi ketika mereka orang-orang religius melakukan doa, meditasi, atau praktik-praktik keagamaan dan spiritiual. Dan, terlihat jelas perbedaannya antara otak yang melakukan meditasi dan tidak," tandasnya.
"Bagi orang-orang yang ingin berargumentasi, menentang, menolak atau mengkritik hasil temuan kami, dan menganggap temuan ini tidak lebih dari fenomena biologis, kami menerima simpulan itu. Tetapi, data di atas juga tidak secara spesifik menghilangkan gagasan bahwa ada kehadiran agama, rohani, dan Tuhan, di dunia," pungkas Newberg. (hs)
Bagaimana Visualisasi Tuhan di Otak Anda?
Berikut temuan Newberg tentang hubungan antara otak dan konsep Ketuhanan.
SENIN, 20 DESEMBER 2010, 11:44 WIB Muhammad Chandrataruna
Perbandingan hasil scan otak orang yang bermeditasi (kanan) dan tidak (kiri) (dailymail.co.uk)
VIVAnews - Hubungan antara ilmu sains dan agama selalu menjadi topik yang kontroversial di mana-mana. Sampai hari ini, kedua elemen tersebut sulit untuk dicampuradukkan.
Namun, gambar di bawah ini menunjukkan apa yang terjadi pada otak seorang beragama ketika berpikir tentang Tuhan. Seorang ilmuwan bernama Dr Andrew Newberg melakukan scan pada otak orang yang sedang melakukan doa, meditasi, dan berbagai ritual agama lainnya.
Newberg adalah penganut kuat salah satu ilmu sains yang kontroversial, yang dikenal dengan neurotheology. Ilmu sains ini coba mempelajari hubungan antara otak dan agama atau konsep Ketuhanan.
Sebagai bagian dari penelitiannya, Newberg mempelajari aktivitas otak umat Buddha Tibet sebelum dan selama meditasi. Saat meditasi, cuping otak bagian depan menunjukkan aktivitas yang lebih banyak ketimbang keadaan otak diam. Dia mengidentifikasi efek ini sebagai pengalaman agama seseorang yang melakukan meditasi.
Namun, bagaimanapun hasil scan ini bisa jadi hanya gambar yang berbeda dari apa yang terjadi pada otak saat orang bermeditasi ketimbang menghubungkannya dengan agama.
Tak heran. Sejak awal kemunculannya, neurotheology terus menuai kritik pedas dan diserang sengit oleh akademisi-akademisi lain yang mengatakan ilmu itu tidak cukup disiplin dan kuat untuk dijadikan dasar. Lagipula, konsep ketuhanan dan sains tak bisa dihubungkan dengan cara ini. Meski ini bukan kali pertama aktivitas otak dan meditasi dipelajari.
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, sebuah studi yang yang dilakukan University of Oregon menemukan bahwa orang yang bermeditasi dapat memperkuat otak mereka. Hal ini dibuktikan dengan sesi pelatihan meditasi selama setengah jam pada hari kerja selama satu bulan penuh pada sejumlah orang di satu kelompok.
Sementara kelompok lainnya juga menerima jumlah bimbingan yang sama, yakni 11 jam, dengan teknik relaksasi dasar. Hasilnya: koneksi otak orang-orang di dalam kelompok meditasi mulai terlihat kuat setelah latihan enam jam. Perbedaan semakin jelas ketika menginjak 11 jam. Perubahan struktural ini merupakan serat hubungan terbesar pada anterior cingulate, bagian dari otak yang mengatur emosi dan perilaku.
"Kami mengevaluasi apa yang terjadi pada otak manusia saat mereka melakukan praktik spiritual seperti meditasi dan doa," kata Newberg, dikutip VIVAnews dari Daily Mail, Senin 21 Desember 2010.
"Ini benar-benar membuka mata kita untuk mengetahui apa yang terjadi ketika mereka orang-orang religius melakukan doa, meditasi, atau praktik-praktik keagamaan dan spiritiual. Dan, terlihat jelas perbedaannya antara otak yang melakukan meditasi dan tidak," tandasnya.
"Bagi orang-orang yang ingin berargumentasi, menentang, menolak atau mengkritik hasil temuan kami, dan menganggap temuan ini tidak lebih dari fenomena biologis, kami menerima simpulan itu. Tetapi, data di atas juga tidak secara spesifik menghilangkan gagasan bahwa ada kehadiran agama, rohani, dan Tuhan, di dunia," pungkas Newberg. (hs)
Orang Tua Lesbian, Anak Lebih Pintar
Sains & Teknologi
Orang Tua Lesbian, Anak Lebih Pintar
Dari sisi perilaku agresif dan masalah sosial, anak-anak para lesbian juga lebih baik.
Muhammad Firman
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Saat bank sperma di Amerika Serikat mulai menerima klien lesbian di pertengahan tahun 1980-an, langkah itu langsung menuai gelombang kritik. Disebutkan, orang tua dengan jenis kelamin sama akan merusak kesehatan psikologi anak yang bersangkutan.
Setelah melalui penelitian yang terus berlanjut selama 25 tahun terakhir, hasilnya mengatakan hal yang berbeda.
Pada laporan yang dimuat jurnal Pediatrics, anak-anak dari sepasang orang tua lesbian mengalami perkembangan sosial, emosional, dan psikologis yang sehat.
Seperti dikutip dari Hindustan Times, 20 Desember 2010, kesimpulan itu merupakan hasil penelitian yang dipimpin oleh Nanette Gartrell, psikiater dari University of California, San Francisco. Gartrell mengamati pertumbuhan 78 anak yang didapat dari inseminasi buatan dan lahir serta diasuh oleh lesbian.
Dimulai pada tahun 1986, Gartrell mewawancarai para wanita di San Francisco, Boston, dan Washington DC selama kehamilan dan kemudian mewawancarai kembali saat anak mereka berusia 2, 5, 10, dan 17 tahun.
Gartrell juga menggunakan kuesioner klinis untuk menentukan perilaku.
Ternyata, saat anak berusia 17 tahun, umumnya anak-anak itu memiliki nilai rata-rata akademis yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang diasuh oleh orang tua normal. Dari sisi perilaku agresif dan masalah sosial, anak-anak ini juga lebih baik.
“Penelitian ini terus dilanjutkan untuk menanggapi tuduhan yang tidak didasarkan oleh sains seputar pernikahan dari sesama jenis ataupun adopsi,” kata Gartrell.
Gartrell mengakui, masih banyak penelitian yang harus dilakukan. Misalnya, penelitian itu baru berdasarkan pasangan sesama jenis yang dahulu masih belum bisa diterima luas di masyarakat. Juga belum merefleksikan beragamnya kondisi pasangan lesbian yang membesarkan anak seperti pada saat ini. (hs)
Setelah melalui penelitian yang terus berlanjut selama 25 tahun terakhir, hasilnya mengatakan hal yang berbeda.
Pada laporan yang dimuat jurnal Pediatrics, anak-anak dari sepasang orang tua lesbian mengalami perkembangan sosial, emosional, dan psikologis yang sehat.
Seperti dikutip dari Hindustan Times, 20 Desember 2010, kesimpulan itu merupakan hasil penelitian yang dipimpin oleh Nanette Gartrell, psikiater dari University of California, San Francisco. Gartrell mengamati pertumbuhan 78 anak yang didapat dari inseminasi buatan dan lahir serta diasuh oleh lesbian.
Dimulai pada tahun 1986, Gartrell mewawancarai para wanita di San Francisco, Boston, dan Washington DC selama kehamilan dan kemudian mewawancarai kembali saat anak mereka berusia 2, 5, 10, dan 17 tahun.
Gartrell juga menggunakan kuesioner klinis untuk menentukan perilaku.
Ternyata, saat anak berusia 17 tahun, umumnya anak-anak itu memiliki nilai rata-rata akademis yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang diasuh oleh orang tua normal. Dari sisi perilaku agresif dan masalah sosial, anak-anak ini juga lebih baik.
“Penelitian ini terus dilanjutkan untuk menanggapi tuduhan yang tidak didasarkan oleh sains seputar pernikahan dari sesama jenis ataupun adopsi,” kata Gartrell.
Gartrell mengakui, masih banyak penelitian yang harus dilakukan. Misalnya, penelitian itu baru berdasarkan pasangan sesama jenis yang dahulu masih belum bisa diterima luas di masyarakat. Juga belum merefleksikan beragamnya kondisi pasangan lesbian yang membesarkan anak seperti pada saat ini. (hs)
Memperpanjang Masa Hidup Baterai Notebook
Memperpanjang Masa Hidup Baterai Notebook
1. Setting Power Management
Anda akan menemukan setting power management ini pada icon di bawah kanan ataupun di dalam Control Panel. Di sana, Anda akan menemukan beberapa konfigurasi. Bila Anda dalam menggunakan notebook dengan baterai, kami menyarankan untuk mengaktifkan setting Power Saver. Setting ini akan memperlambat kerja prosesor hingga setengahnya. Imbasnya, konsumsi daya notebook akan menurun. Anda tidak perlu takut dengan kinerja yang menurun. Pada umumnya, aktifitas pekerjaan yang dilakukan dalam keadaan mobile tidak memerlukan kinerja yang tinggi. Aktivitas seperti browsing, aplikasi office, multimedia ringan ( mendengarkan musik atau memutar film non HD ) dan lain sebagainya memang tidak menuntut kinerja tinggi. Selain itu, setting power management juga mempunyai beberapa pilihan seperti mematikan layar, masuk mode hibernate, mematikan hard disk dan lain sebagainya bila notebook tidak digunakan dalam kurun waktu beberapa lama.
2. Memperbesar Kapasitas Memori (RAM)
Hal ini untuk mengurangi terjadinya pengaktifan virtual memory ke hard disk. Seperti kita ketahui, daya hard disk ketika melakukan putaran penuh akan lebih memakan daya dibandingkan dengan sebuah RAM atau memory.
3. Melakukan Defrag System
Proses Defrag akan mempercepat waktu baca hard disk. Hal ini akan membuat hard disk bekerja dengan lebih efisien dan Anda dapat membuka aplikasi dengan lebih cepat.
4. Menurunkan Kontras
Menurunkan kontras layar notebook akan mempengaruhi daya tahan hidup. Anda dapat menurunkan pada setting yang masih nyaman di mata, Biasanya, konfigurasi kontras layar ini sudah ada dalam setting Power Management. Namun, bila Anda kurang nyaman, Anda dapat menaikkan kontras beberapa level.
5. Matikan Proses/Program yang berjalan di background.
Semakin banyak proses/program yang berjalan di background, semakin cepat pula baterai terpakai. Untuk itu, lebih baik matikan saja aplikasi yang berjalan di background. Anda dapat mematikan proses/program di background ini melalui “Run->msconfig” lalu pilih tab “startup”. Namum, pilihlah program yang akan dimatikan dengan bijak dan hati-hati.
6. Jangan Tinggalkan CD/DVD pada Optical Drive
Sering kali kita lupa untuk mengeluarkan CD dari optical drive. Hal ini akan membuat optical drive tetap memasok listrik untuk perangkat tersebut. Bahkan, notebook terkadang akan memutar optical drive tanpa kita suruh. Hal ini cukup mengurangi daya baterai.
7. Lepas Perangkat dari USB port
Walaupun hanya memakan daya kecil tetap saja, perangkat yang terkoneksi pada USB port (Flash disk, USB hard drive, dan sebagainya) akan mengurangi daya tahan hidup notebook Anda. Cabut bila perangkat tersebut tidak lagi Anda gunakan.
8. Matikan Feature Konektivitas yang Tidak Perlu
Matikan konektivitas Wi-Fi ataupun Bluetooth bila Anda sedang tidak memerlukannya. Perangkat ini akan terus menerus mengirim sinyal yang dapat menguras daya tahan baterai. Misalnya Anda hanya memerlukan Wi-Fi, maka bluetooth bisa Anda matikan.
9. Pilih Mode Hibernate, bukan Standby
Bila notebook sedang tidak digunakan, akan lebih baik bila Anda masuk ke mode hibernate dibandingkan standby. Pada mode hibernate, seluruh perangkat akan dimatikan dan tidak memakan memerlukan arus listrik. Sedangkan pada mode Standby, arus listrik diperlukan. Dari segi kecepatan inisialisasi notebook, memang mode Standby lebih cepat. Namun, hal ini tidak sebanding dengan daya yang diperlukan bila ditinggal dalam waktu lama.
10. Hindari Praktik Multi-tasking
Semakin banyak aplikasi yang dibuka, hard disk akan semakin sering bekerja. Hal ini akan memakan daya lebih besar dibandingkan ketika Anda menjalankan satu aplikasi.
11. Switching Graphics
Bila notebook Anda mempunyai dual graphic dan harus memilih secara manual, jangan lupa untuk mengubahnya dengan graphics yang lebih hemat daya.
12. Ganti Hard Disk dengan SSD
Selain lebih sedikit memakan daya, SSD mempunyai waktu buka tutup aplikasi yang lebih cepat dan tidak menghasilkan panas berlebih yang akan mempengaruhi komponen di sekitarnya.
INFO2 LAPTOP BARU
Anda akan menemukan setting power management ini pada icon di bawah kanan ataupun di dalam Control Panel. Di sana, Anda akan menemukan beberapa konfigurasi. Bila Anda dalam menggunakan notebook dengan baterai, kami menyarankan untuk mengaktifkan setting Power Saver. Setting ini akan memperlambat kerja prosesor hingga setengahnya. Imbasnya, konsumsi daya notebook akan menurun. Anda tidak perlu takut dengan kinerja yang menurun. Pada umumnya, aktifitas pekerjaan yang dilakukan dalam keadaan mobile tidak memerlukan kinerja yang tinggi. Aktivitas seperti browsing, aplikasi office, multimedia ringan ( mendengarkan musik atau memutar film non HD ) dan lain sebagainya memang tidak menuntut kinerja tinggi. Selain itu, setting power management juga mempunyai beberapa pilihan seperti mematikan layar, masuk mode hibernate, mematikan hard disk dan lain sebagainya bila notebook tidak digunakan dalam kurun waktu beberapa lama.
2. Memperbesar Kapasitas Memori (RAM)
Hal ini untuk mengurangi terjadinya pengaktifan virtual memory ke hard disk. Seperti kita ketahui, daya hard disk ketika melakukan putaran penuh akan lebih memakan daya dibandingkan dengan sebuah RAM atau memory.
3. Melakukan Defrag System
Proses Defrag akan mempercepat waktu baca hard disk. Hal ini akan membuat hard disk bekerja dengan lebih efisien dan Anda dapat membuka aplikasi dengan lebih cepat.
4. Menurunkan Kontras
Menurunkan kontras layar notebook akan mempengaruhi daya tahan hidup. Anda dapat menurunkan pada setting yang masih nyaman di mata, Biasanya, konfigurasi kontras layar ini sudah ada dalam setting Power Management. Namun, bila Anda kurang nyaman, Anda dapat menaikkan kontras beberapa level.
5. Matikan Proses/Program yang berjalan di background.
Semakin banyak proses/program yang berjalan di background, semakin cepat pula baterai terpakai. Untuk itu, lebih baik matikan saja aplikasi yang berjalan di background. Anda dapat mematikan proses/program di background ini melalui “Run->msconfig” lalu pilih tab “startup”. Namum, pilihlah program yang akan dimatikan dengan bijak dan hati-hati.
6. Jangan Tinggalkan CD/DVD pada Optical Drive
Sering kali kita lupa untuk mengeluarkan CD dari optical drive. Hal ini akan membuat optical drive tetap memasok listrik untuk perangkat tersebut. Bahkan, notebook terkadang akan memutar optical drive tanpa kita suruh. Hal ini cukup mengurangi daya baterai.
7. Lepas Perangkat dari USB port
Walaupun hanya memakan daya kecil tetap saja, perangkat yang terkoneksi pada USB port (Flash disk, USB hard drive, dan sebagainya) akan mengurangi daya tahan hidup notebook Anda. Cabut bila perangkat tersebut tidak lagi Anda gunakan.
8. Matikan Feature Konektivitas yang Tidak Perlu
Matikan konektivitas Wi-Fi ataupun Bluetooth bila Anda sedang tidak memerlukannya. Perangkat ini akan terus menerus mengirim sinyal yang dapat menguras daya tahan baterai. Misalnya Anda hanya memerlukan Wi-Fi, maka bluetooth bisa Anda matikan.
9. Pilih Mode Hibernate, bukan Standby
Bila notebook sedang tidak digunakan, akan lebih baik bila Anda masuk ke mode hibernate dibandingkan standby. Pada mode hibernate, seluruh perangkat akan dimatikan dan tidak memakan memerlukan arus listrik. Sedangkan pada mode Standby, arus listrik diperlukan. Dari segi kecepatan inisialisasi notebook, memang mode Standby lebih cepat. Namun, hal ini tidak sebanding dengan daya yang diperlukan bila ditinggal dalam waktu lama.
10. Hindari Praktik Multi-tasking
Semakin banyak aplikasi yang dibuka, hard disk akan semakin sering bekerja. Hal ini akan memakan daya lebih besar dibandingkan ketika Anda menjalankan satu aplikasi.
11. Switching Graphics
Bila notebook Anda mempunyai dual graphic dan harus memilih secara manual, jangan lupa untuk mengubahnya dengan graphics yang lebih hemat daya.
12. Ganti Hard Disk dengan SSD
Selain lebih sedikit memakan daya, SSD mempunyai waktu buka tutup aplikasi yang lebih cepat dan tidak menghasilkan panas berlebih yang akan mempengaruhi komponen di sekitarnya.
INFO2 LAPTOP BARU
Robot Lihai Bermain Badminton
Robot Lihai Bermain Badminton
Rachmatunisa - detikinet
Robot Jada
Dalam sebuah tayangan video yang dilansir situs BotJunkie, robot bernama Jada ini memang lihai menangkis serangan dan memukul balik shuttlecock yang diarahkan padanya.
Kelemahannya, Jada hanya bisa bolak-balik ke kiri dan ke kanan, dia tak bisa bergerak maju dan mundur. Maka, pukulan ringan yang sedikit melewati net akan dengan mudah membuatnya tak berkutik.
Namun jangan anggap remeh, suatu hari nanti Jada sangat mungkin membalas dengan bermain lebih cantik. Para pengembangnya dari Flanders Mechanotrics Technology Centre (FMTC) di Louvain, Flemish Brabant, Belgia, berencana memberikan kemampuan tambahan agar si robot lebih leluasa bergerak dan menjadikannya lawan yang sebenarnya.
Dikutip detikINET dari BotJunkie, Senin (27/12/2010), meski masih memiliki banyak kekurangan, para penciptanya dengan bangga mengklaim bahwa ini adalah robot pemain badminton pertama di dunia. ( rns / ash )
Dapatkan berita daerah, gossip & olahraga diHandphone Nokia dengan mengaktifkan layanan Nokia Life Tools
Rachmatunisa - detikinet
Robot Jada
Jakarta - Tentu mengasyikkan menghabiskan waktu berjam-jam bermain badminton atau bulu tangkis bersama teman. Namun bagaimana jika ternyata teman Anda sedang tak bisa diajak bermain? Jangan khawatir, robot pemain badminton bersedia menjadi lawan main Anda.
Dalam sebuah tayangan video yang dilansir situs BotJunkie, robot bernama Jada ini memang lihai menangkis serangan dan memukul balik shuttlecock yang diarahkan padanya.
Kelemahannya, Jada hanya bisa bolak-balik ke kiri dan ke kanan, dia tak bisa bergerak maju dan mundur. Maka, pukulan ringan yang sedikit melewati net akan dengan mudah membuatnya tak berkutik.
Namun jangan anggap remeh, suatu hari nanti Jada sangat mungkin membalas dengan bermain lebih cantik. Para pengembangnya dari Flanders Mechanotrics Technology Centre (FMTC) di Louvain, Flemish Brabant, Belgia, berencana memberikan kemampuan tambahan agar si robot lebih leluasa bergerak dan menjadikannya lawan yang sebenarnya.
Dikutip detikINET dari BotJunkie, Senin (27/12/2010), meski masih memiliki banyak kekurangan, para penciptanya dengan bangga mengklaim bahwa ini adalah robot pemain badminton pertama di dunia. ( rns / ash )
Dapatkan berita daerah, gossip & olahraga diHandphone Nokia dengan mengaktifkan layanan Nokia Life Tools
Orang Liberal Miliki Otak Besar Lebih Tebal
Sains & Teknologi
Orang Liberal Miliki Otak Besar Lebih Tebal
"Struktur otak dalam hal tertentu menentukan atau hasil dari perilaku politik kita."
Arfi Bambani Amri
VIVAnews - Sebuah penelitian di University College London menemukan koneksi antara tebal-tipis bagian otak tertentu dengan ideologi atau pandangan politik seseorang. Bentuk otak orang berpandangan kanan atau konservatif berbeda dengan bentuk otak yang berpandangan kiri atau liberal.
Hasil pemindaian atas otak 90 mahasiswa di University College London membuktikan, orang yang mengaku sayap kanan memiliki amygdala, bagian otak yang berkaitan dengan emosi, yang lebih tebal, namun anterior cingulates, bagian tengah otaknya, lebih tipis daripada orang yang mengaku sayap kiri.
Geraint Rees, Direktor Institut Neurosains Kognitif UCL yang melakukan penelitian ini, menyatakan "sangat terkejut" dengan temuan ini. Temuan ini sendiri akan dikaji lebih lanjut untuk dipublikasikan tahun depan.
Seperti dilansir news.com.au, Rees menyatakan, meski tak bisa memprediksi persis pendirian seseorang melalui pemindaian, namun terdapat sebuah korelasi kuat atas semua tes-tes ilmiah yang signifikan.
"Kami menemukan bahwa ketebalan otak besar, di mana sel syaraf neuron berada, lebih tebal pada orang-orang yang menyebut dirinya sebagai liberal atau saya kiri dan lebih tipis untuk mereka yang menyebut dirinya konservatif atau sayap kanan," kata Rees dalam program BBC Radio's Today.
"Amygdala adalah bagian dari otak yang sangat tua dan kuno dan dikira sangat primitif, berkaitan dengan deteksi emosi," kata Rees. Amygdala kanan lebih besar pada orang yang menyebut dirinya konservatif.
Penemuan ini, kata Rees, sangat signifikan karena menandakan ada sesuatu pada perilaku politik yang telah tertanam di dalam struktur otak kita melalui pengalaman kita. "Atau bahwa struktur otak dalam hal tertentu menentukan atau hasil dari perilaku politik kita," katanya.
Hasil pemindaian atas otak 90 mahasiswa di University College London membuktikan, orang yang mengaku sayap kanan memiliki amygdala, bagian otak yang berkaitan dengan emosi, yang lebih tebal, namun anterior cingulates, bagian tengah otaknya, lebih tipis daripada orang yang mengaku sayap kiri.
Geraint Rees, Direktor Institut Neurosains Kognitif UCL yang melakukan penelitian ini, menyatakan "sangat terkejut" dengan temuan ini. Temuan ini sendiri akan dikaji lebih lanjut untuk dipublikasikan tahun depan.
Seperti dilansir news.com.au, Rees menyatakan, meski tak bisa memprediksi persis pendirian seseorang melalui pemindaian, namun terdapat sebuah korelasi kuat atas semua tes-tes ilmiah yang signifikan.
"Kami menemukan bahwa ketebalan otak besar, di mana sel syaraf neuron berada, lebih tebal pada orang-orang yang menyebut dirinya sebagai liberal atau saya kiri dan lebih tipis untuk mereka yang menyebut dirinya konservatif atau sayap kanan," kata Rees dalam program BBC Radio's Today.
"Amygdala adalah bagian dari otak yang sangat tua dan kuno dan dikira sangat primitif, berkaitan dengan deteksi emosi," kata Rees. Amygdala kanan lebih besar pada orang yang menyebut dirinya konservatif.
Penemuan ini, kata Rees, sangat signifikan karena menandakan ada sesuatu pada perilaku politik yang telah tertanam di dalam struktur otak kita melalui pengalaman kita. "Atau bahwa struktur otak dalam hal tertentu menentukan atau hasil dari perilaku politik kita," katanya.
Trik Membuat Box Subwoofer Sederhana untuk Mobil
Trik Membuat Box Subwoofer Sederhana untuk Mobil
Agung M Hasan - detikOto
Foto: Hari Otostereo
Jakarta - Membuat box subwoofer yang simpel kelihatannya rumit jika tidak didukung dengan mentor yang berpengalaman di bidang car audio. Tetapi pendapat itu hanya sebagai asumsi negatif saja, karena sebenarnya membuat box subwoofer yang simpel itu mudah, hanya perlu ketepatan dan alat-alat pendukung yang memadai.
Untuk membuat box subwoofer sederhana, diperlukan beberapa alat bantu yang wajib ada agar proses pengerjaannya tidak mengalami masalah-masalah teknis yang fatal, sehingga mengakibatkan hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan tema yang akan digagas.
1. Alat potong
Proses penggunaanya mungkin Anda sudah mengetahui dengan kinerja mesin ini, fungsinya sudah kelihatan untuk memotong benda-benda dari kayu, penggunaan alat ini harus hati-hati, karena salah jalur bisa melukai bagian tubuh Anda.
2. Mesin gerinda
Mesin gerinda fungsinya supaya bisa menghaluskan tepi bahan kayu yang akan dipotong untuk membuat box subwoofer.
3. Paku
Walaupun terlihat sepele, benda yang satu ini mempunyai peranan yang dibutuhkan dalam pengerjaan box subwoofer, karena untuk menyambungkan setiap bahan kayu yang akan dirangkai menjadi sebuah box yang sederhana, diperlukan penyambung yang kuat.
4. Papan MDF
Inilah bahan utama yang dibutuhkan untuk pengerjaan box subwwofer, karena MDF menurut Rochim installer Car Audio Specialist Kemayoran Jakarta ini dapat menghasilkan suara yang bagus dibandingkan bahan baku lainnya.
Proses pengerjaan
Dalam mengerjakan box subwoofer yang sederhana memerlukan ketelitian yang serius, karena ketika kita meleset dalam penghitungan untuk ukuran box, akan mempengaruhi suara yang akan dihasilkan pada komponen subwoofer yang akan disematkan di dalam mobil.
Menurut Rochim, untuk menghitung tepatnya ukuran box ada rumus sederhana agar ketepatannya akurat, yaitu panjang x lebar x tinggi papan box.
Setelah mendapatkan hasil dari rumus tadi hasilnya masih satuan cm³ jika Anda mengukur dengan satuan cm. Sedangkan di spesifikasi box untuk subwoofer biasanya data yang tertera satuannya sudah memakai cu/ft.
Sehingga untuk mencari satuan itu hasil dari volume tadi di convert ke cu/ft dengan cara hasil dari volume dengan satuan cm³ diubah ke satuan dm³, karena menurut aturan baku satuan volume 1 dm³ sama dengan satu liter.
Nah, hasil akhir dari satuan liter hasilnya di kalikan dengan 0,00035, maka akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan box yang akan dibuat dengan satuan cu/ft.
"Rumus ini adalah acuan dasar dalam membuat box subwoofer standar," ungkap Rochim. Dia juga berpendapat hasil yang didapat akan menyesuaikan box yang telah diukur tadi, dan bentuknya bisa variatif, antara kubus, persegi panjang, segi lima maupun bentuk lainnya.
Sebagai ilustrasi, misalnya kita membuat box subwoofer dengan ukuran panjang 39,5 cm x lebar 37 cm x tinggi 30 cm, hasil yang di dapat adalah 43.845 cm³.
Setelah diubah ke satuan dm³ menjadi 4384,5 dm³, untuk mencari satuan liter sudah diketahui, karena menurut aturan baku hitungan volume 1 liter sama dengan 1 dm³.
Sehingga jika sudah diketahui hasil liter yang didapat kemudian dikalikan dengan 0,00035 untuk mengetahui satuan cu/ft, jadi 4384,5 x 0,00035 dan mendapatkan hasil sebesar 1,534 cu/ft. sehingga box subwoofer ini memiliki 1,534 cu/ft untuk volume boxnya.
Setelah mengetahui hasil menghitung isi box, barulah kita mulai mengerjakan proses pembuatan box sederhana dengan memotong dan merangkai bahan kayu MDF.
Papan MDF dipotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan besarnya box yang akan dibuat.
Untuk box sederhana biasanya menggunakan system box yang berjenis sealed, bentuk box sealed tidak besar dan tidak berlebihan memakan tempat, sehingga pengerjaannya mudah dilakukan bagi siapa saja.
Tips yang perlu diperhatikan dalam pengerjaan box sederhana ini yaitu jangan menyalahi ukuran box dari proses penghitungan yang dipaparkan tadi, karena bila kelebihan mengukur mengakibatkan suara yang dikeluarkan subwoofer dengan menggunakan box ini tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
Tertarik? Selamat mencoba.
Peneliti Temukan ‘Tombol Tidur’ di Otak
Sains & Teknologi
Peneliti Temukan ‘Tombol Tidur’ di Otak
Temuan ini menegaskan bahwa hanya sebagian dari otak saja yang non aktif saat kita tidur.
Muhammad Firman
VIVAnews - Setiap malam kita masuk ke dalam kondisi biologis ajaib, yakni transisi dari sadar secara penuh ke tidur. Akan tetapi, sekelompok peneliti asal Washington State University mencoba mencari tahu lebih lanjut apa yang menyebabkan peralihan itu terjadi.
Ternyata, kunci dari peralihan antara sadar ke tidur adalah salah satu molekul terpenting pada tubuh, yakni Adenosine triphosphate (ATP). ‘Tombol tidur’ ini merupakan senyawa yang menyimpan energi yang akan digunakan dalam metabolisme.
Seperti dikutip dari Discovermagazine, 30 Desember 2010, tim peneliti yang dipimpin oleh neurobiolog James Krueger, menemukan bahwa penembakan neuron terus menerus di otak saat kita terjaga menyebabkan mereka melepas ATP ke ruang di antara sel.
Saat molekul itu terakumulasi, ia mengikatkan diri ke neuron di sekelilingnya dan mendukung sel. Ini memungkinkan sel menyerap senyawa kimia lain, seperti tumor necrosis factor dan interleukin 1, yang kemungkinan besar membuat sel itu tertidur.
Sel-sel ini kemudian aktif saat elemen lain di otak mulai menurunkan aktivitasnya dan membuat manusia tertidur. “Temuan ini menegaskan bahwa tidur bukanlah fenomena yang terjadi di seluruh bagian otak,” kata Krueger. “Tidur hanya terjadi pada sejumlah sirkuit syaraf yang paling aktfi di siang hari dan melepaskan sebagian besar ATP,” ucapnya.
Ini berarti, kata Krueger, sebagian lain dari otak tetap terjaga meskipun kita tertidur pulas. “Ini merupakan temuan yang sangat penting,” kata Mark Mahowald, pakar pengamat tidur di University if Minnesota yang tidak terlibat dalam penelitian itu. “Temuan bahwa hanya sebagian dari otak saja yang tertidur sangat sesuai dengan pemahaman kami seputar fenomena sleepwalking,” ucapnya.
Seperti diketahui, saat sleepwalking terjadi, orang tidur sambil berjalan, sambil matanya terbuka dan dapat menghindari obyek yang ada di hadapannya agar tidak menabrak. Meski demikian, orang itu tidak memiliki kesadaran saat melakukan sleepwalking.
Peran ATP yang semakin jelas ini juga dapat berperan penting dalam proses pembuatan obat-obatan baru untuk membantu mengatasi insomnia ataupun masalah gangguan tidur lainnya.
Ternyata, kunci dari peralihan antara sadar ke tidur adalah salah satu molekul terpenting pada tubuh, yakni Adenosine triphosphate (ATP). ‘Tombol tidur’ ini merupakan senyawa yang menyimpan energi yang akan digunakan dalam metabolisme.
Seperti dikutip dari Discovermagazine, 30 Desember 2010, tim peneliti yang dipimpin oleh neurobiolog James Krueger, menemukan bahwa penembakan neuron terus menerus di otak saat kita terjaga menyebabkan mereka melepas ATP ke ruang di antara sel.
Saat molekul itu terakumulasi, ia mengikatkan diri ke neuron di sekelilingnya dan mendukung sel. Ini memungkinkan sel menyerap senyawa kimia lain, seperti tumor necrosis factor dan interleukin 1, yang kemungkinan besar membuat sel itu tertidur.
Sel-sel ini kemudian aktif saat elemen lain di otak mulai menurunkan aktivitasnya dan membuat manusia tertidur. “Temuan ini menegaskan bahwa tidur bukanlah fenomena yang terjadi di seluruh bagian otak,” kata Krueger. “Tidur hanya terjadi pada sejumlah sirkuit syaraf yang paling aktfi di siang hari dan melepaskan sebagian besar ATP,” ucapnya.
Ini berarti, kata Krueger, sebagian lain dari otak tetap terjaga meskipun kita tertidur pulas. “Ini merupakan temuan yang sangat penting,” kata Mark Mahowald, pakar pengamat tidur di University if Minnesota yang tidak terlibat dalam penelitian itu. “Temuan bahwa hanya sebagian dari otak saja yang tertidur sangat sesuai dengan pemahaman kami seputar fenomena sleepwalking,” ucapnya.
Seperti diketahui, saat sleepwalking terjadi, orang tidur sambil berjalan, sambil matanya terbuka dan dapat menghindari obyek yang ada di hadapannya agar tidak menabrak. Meski demikian, orang itu tidak memiliki kesadaran saat melakukan sleepwalking.
Peran ATP yang semakin jelas ini juga dapat berperan penting dalam proses pembuatan obat-obatan baru untuk membantu mengatasi insomnia ataupun masalah gangguan tidur lainnya.
Langganan:
Postingan (Atom)